CUACA DAN IKLIM
Cuaca
adalah keadaan udara pada suatu saat dan pada suatu tempat/daerah yang sempit.
Misalnya: cuacanya cerah, banyaknya awan, tekanan angin yang tinggi, panas atau
sejuk. Cuaca terdiri dari seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer bumi atau
sebuah planet lainnya. Cuaca biasanya merupakan sebuah aktivitas fenomena ini
dalam waktu beberapa hari. Cuaca rata-rata dengan jangka waktu yang lebih lama
sebagai iklim. Aspek cuaca ini diteliti lebih lanjut oleh ahli klmatologi untuk
tanda-tanda perubahan iklim.
Cuaca
dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama tetapi berbeda pengertian
khususnya terhadap kurun waktu. Cuaca merupakan bentuk awal yang dihubungkan
dengan penafsiran dan pengertian akan kondisi fisik udara sesaat pada suatu lokasi
dan suatu waktu, sedangkan iklim merupakan kondisi lanjutan dan merupakan
kumpulan dari kondisi cuaca yang kemudian disusun dan dihitung dalam bentuk
rata-rata kondisi cuaca dalam kurun waktu tertentu (Winarso, 2003).
Unsur-Unsur
Cuaca dan Iklim
Unsur-unsur iklim sama dengan unsur cuaca, yaitu penyinaran dan suhu, angin,
awan, kelembapan udara, dan curah hujan.
Penyinaran
dan Suhu
Sumber
panas di bumi adalah matahari. Banyak sedikitnya sinar yang diterima oleh
permukaan bumi ditentukan oleh faktor-faktor berikut.
Keadaan
Awan Jika mendung atau berawan, sebagian panas matahari diserap oleh awan.
Keadaan
Permukaan Bumi : Bidang permukaan bumi yang terdiri atas laut dan daratan
sangat mempengaruhi penyerapan sinar matahari.
Sudut
Datang Matahari : Apabila matahari dalam keadaan tegak, sudut datang matahari
akan semakin kecil sehingga semakin banyak panas yang diterima bumi. Matahari
dalam keadaan miring sudutnya semakin besar sehingga semakit sedikit sinar
panas yang diterima di bumi.
Lama
Penyinaran Matahari : Makin lama matahari bersinar, makin banyak panas yang
diterima bumi. Alat pengukur suhu udara disebut termometer.
Daratan
akan cepat menjadi panas dibandingkan dengan air atau laut. Pada siang hari
suhu daratan cepat menjadi panas, tetapi pada malam hari daratan cepat menjadi
dingin. Keadaan suhu sepanjang hari dapat diukur dengan termometer.
1.
Angin
Angin
adalah gerakan udara yang disebabkan adanya perbedaan suhu, yang selanjutnya
mengakibatkan perubahan tekanan. Tekanan udara naik jika suhunya rendah dan
turun jika suhunya tinggi. Angin bertiup dari daerah tekanan tinggi ke daerah
tekanan rendah.
2.
Awan
Udara
yang naik akan menjadi dingin sehingga kelembapannya bertambah. Pada ketinggian
tertentu udara tersebut akan jenuh dengan air sehingga terbentuklah awan.
3.
Kelembapan
Udara
Kelembapan
udara, yaitu banyak sedikitnya uap air di udara. Kelembapan ini mempengaruhi
pengendapan air di udara. Pengendapan air di udara dapat berupa awan, kabut,
embun, dan hujan. Alat untuk mengukur kelembaban udara disebut higrografi.
Kelembapan udara terdiri atas kelembapan relatif dan kelembapan absolut.
4.
Curah
Hujan
Hujan
merupakan peristiwa alam yang ditandai dengan jatuhnya titiktitik air ke
permukaan bumi. Terjadinya hujan diawali oleh adanya penyinaran matahari pada
air laut, danau, sungai, dan lain-lain sehingga menyebabkan terjadinya
penguapan. Hasil penguapan yang berupa uap air terbawa oleh angin ke tempat
yang lebih tinggi. Pada ketinggian tertentu karena proses pendinginan (kondensasi)
terjadilah titik-titik air yang semakin lama semakin besar volumenya dan
kemudian jatuh sebagai hujan. Alat pengukur arah hujan disebut ombrometer.
5.
Klasifikasi
Iklim
Iklim
suatu wilayah ditentukan lima faktor utama, yaitu garis lintang, angin utama,
massa daratan atau benua, arus samudra, serta topografi. Berdasarkan
faktor-faktor itu, para ahli iklim mengklasifikasikan iklim di Bumi menjadi
beberapa tipe, antara lain sebagai berikut.
A.
Iklim
Matahari
Klasifikasi
iklim Matahari didasarkan pada faktor garis lintang. Perbedaan garis-garis
lintang di permukaan Bumi berpengaruh terhadap jumlah energi sinar matahari
yang ditemuinya. Keadaan ini menyebabkan suhu udara di wilayah lintang rendah
(khatulistiwa) lebih panas dibanding wilayah lintang tinggi (kutub).
B.
Iklim Menurut Koppen
Pada
tahun 1900, Wladimir Koppen, seorang ahli klimatologi Jerman mengklasifikasikan
iklim dunia menjadi lima kelompok. Klasifikasi iklim yang dilakukannya
berdasarkan curah hujan dan suhu udara. Selain itu, juga mempertimbangkan
vegetasi dan penyebaran jenis tanah. Sistem klasifikasinya disusun dengan
menggunakan huruf besar dan kecil. Setiap kelompok menggunakan simbol satu
huruf besar. Sedang subkelompok menggunakan dua huruf, yaitu gabungan huruf
besar dan kecil. Klasifikasi iklim menurut Koppen, yaitu kelima kelompok iklim
tipe A, B, C, D, dan E.
a. Iklim
Tipe A (Iklim Hujan Tropis)
Wilayah
beriklim tipe A memiliki curah hujan tinggi, penguapan tinggi (rata-rata 70
cm3/tahun), dan suhu udara bulanan rata-rata di atas 18° C. Curah hujan tahunan
lebih dari penguapan tahunan, tidak ada musim dingin. Wilayah beriklim tipe A
dikelompokkan menjadi tiga sebagai berikut.
b. Iklim
tipe Af
Iklim tipe Af memiliki
suhu udara panas dan curah hujan tinggi sepanjang tahun. Di wilayah beriklim
tipe A terdapat banyak hutan hujan Contoh: wilayah Sumatra, Kalimantan, dan
Papua. Wilayah beriklim tipe Af memiliki ciri:
v hutan
sangat lebat dan heterogen (bermacam-macam tanaman);
v terdapat
banyak tumbuhan panjat; serta
v terdapat
jenis tumbuhan seperti pakis, palem,
c. Iklim
tipe Am
Iklim tipe Am memiliki
suhu udara panas, musim hujan, dan musim kemarau yang Batas antara musim hujan
dan kemarau tegas. Wilayah beriklim tipe Am antara lain terdapat di Jawa Barat,
Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Papua bagian selatan. Wilayah beriklim tipe
Am memiliki ciri:
v curah
hujan tergantung musim;
v jenis
tanaman pendek dan homogen; serta
v hutan
homogen yang menggugurkan daunnya ketika
d. Iklim
tipe Aw
Iklim tipe Aw, memiliki
suhu udara panas, musim hujan, dan musim kemarau yang lebih panjang
dibandingkan dengan musim Wilayah beriklim tipe Aw terdapat di wilayah Jawa
Timur, Madura, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan,
Kepulauan Aru, dan Papua bagian selatan. Wilayah beriklim tipe Aw memiliki
ciri:
v hutan
berbentuk sabana (savana);
v jenis
tumbuhan padang rumput dan semak belukar; dan
v pohonnya
berjenis
e. Iklim
Tipe B (Iklim Kering)
Ciri
Iklim tipe B adalah penguapan tinggi dengan curah hujan rendah (rata-rata 25,5
mm/tahun) sehingga sepanjang tahun penguapan lebih besar daripada curah hujan.
Tidak terdapat surplus air. Di wilayah beriklim tipe B tidak terdapat sungai
yang permanen. Wilayah beriklim tipe B dibedakan menjadi tipe Bs (iklim stepa)
dan tipe Bw (iklim gurun).
f. Iklim
Tipe C (Iklim Sedang Hangat)
Iklim
tipe C mengalami empat musim, yaitu musim dingin, semi, gugur, dan panas. Suhu
udara rata-rata bulan terdingin adalah (–3)°C – (–8)°C. Terdapat paling sedikit
satu bulan yang bersuhu udara rata-rata 10° C. Iklim tipe C dibedakan menjadi
tiga, sebagai berikut.
v Iklim
tipe Cw, yaitu iklim sedang basah (humid mesothermal) dengan musim dingin yang
v Iklim
tipe Cs, yaitu iklim sedang basah dengan musim panas yang
v Iklim
tipe Cf, yaitu iklim sedang basah dengan hujan dalam semua
v Iklim
Tipe D (Iklim Salju Dingin)
g. Iklim
tipe D
Iklim tipe D merupakan iklim
hutan salju dengan suhu udara rata-rata bulan terdingin < – 3° C dan suhu
udara rata-rata bulan terpanas > 10° C. Iklim tipe D dibedakan menjadi dua:
v Iklim
tipe Df, yaitu iklim hutan salju dingin dengan semua bulan
Wilayah
beriklim
v tipe
Dw, yaitu iklim hutan salju dingin dengan musim dingin yang
v Iklim
Tipe E (Iklim Kutub)
h. Wilayah
beriklim tipe E
Wilayah beriklim tipe E mempunyai ciri tidak mengenal musim panas, terdapat salju abadi dan padang lumut. Suhu udara tidak pernah melebihi 10° C. Wilayah beriklim tipe E dibedakan atas tipe Et (iklim tundra) dan tipe Ef (iklim kutub dengan salju abadi). Iklim tipe E terdapat di daerah Arktik dan Antartika.
C.
Iklim
Menurut Schmidt–Ferguson
Schmidt–Ferguson
mengklasifikasikan iklim berdasarkan jumlah rata-rata bulan kering dan jumlah
rata-rata bulan basah. Suatu bulan disebut bulan kering, jika dalam satu bulan
terjadi curah hujan kurang dari 60 mm. Disebut bulan basah, jika dalam satu
bulan curah hujannya lebih dari 100 mm.
Iklim
Schmidt dan Ferguson sering disebut juga Q model karena didasarkan atas nilai
Q. Nilai Q merupakan perbandingan jumlah ratarata bulan kering dengan jumlah
rata-rata bulan basah. Nilai Q dirumuskan sebagai berikut:
Q=((Rata-rata
bulan kering):(Rata-rata bulan basah)) x 100%
Nilai
Q ditentukan dari perhitungan rata-rata bulan kering dan bulan basah selama
periode tertentu, misalnya 30 tahun.
D.
Iklim Menurut Oldeman
Penentuan
iklim menurut Oldeman menggunakan dasar yang sama dengan penentuan iklim
menurut Schmidt-Ferguson, yaitu unsur curah hujan. Bulan basah dan bulan kering
dikaitkan dengan kegiatan pertanian di daerah tertentu sehingga penggolongan
iklimnya disebut juga zona agroklimat. Misalnya, jumlah curah hujan sebesar 200
mm tiap bulan dipandang cukup untuk membudidayakan padi sawah.
Sedang
untuk membudidayakan palawija, jumlah curah hujan minimal yang diperlukan
adalah 100 mm tiap bulan. Selain itu, musim hujan selama 5 bulan dianggap cukup
untuk membudidayakan padi sawah selama satu musim. Dalam metode ini,
dasar penentuan bulan basah, bulan lembap, dan bulan kering sebagai berikut.
Bulan
basah, apabila curah hujannya > 200
Bulan
lembap, apabila curah hujannya 100–200
Bulan kering, apabila curah hujannya < 100
E.
Iklim
Menurut Junghuhn
Junghuhn
mengklasifikasikan iklim berdasarkan ketinggian tempat dan mengaitkan iklim dengan
jenis tanaman yang tumbuh dan berproduksi optimal sesuai suhu di habitatnya.
Junghuhn mengklasifikasikan iklim menjadi empat
0-700
m, zona panas, contoh- karet, kopi, tebu, jagung, kelapa
700-1500
m, zona sedang, contoh- teh, kina
1500-2500
m, zona sejuk, contoh- pinus
>
2500 m, zona dingin, contoh- lumut
Pengaruh
Perubahan Iklim terhadap kehidupan manusia
Perubahan
iklim berdampak sangat luas pada kehidupan masyarakat. Kenaikan suhu bumi tidak
hanya berdampak pada naiknya temperatur bumi tetapi juga mengubah sistem iklim
yang mempengaruhi berbagai aspek pada perubahan alam dan kehidupan manusia,
seperti kualitas dan kuantitas air, habitat, hutan, kesehatan, lahan pertanian
dan ekosistem wilayah pesisir.
Menurunnya
kualias air
Terlalu
tingginya curah hujan akan mengakibatkan menurunnya kualitas sumber air. Selain
itu, kenaikan suhu juga mengakibatkan kadar klorin pada air bersih.
Menurunnya
kuantitas air
Pemanasan
global akan meningkatkan jumlah air pada atmosfer, yang kemudian meningkatkan
curah hujan. Meski kenaikkan curah hujan sebetulnya dapat meningkatkan jumlah
sumber air bersih, namun curah hujan yang terlalu tinggi mengakibatkan
tingginya kemungkinan air untuk langsung kembali ke laut, tanpa sempat
tersimpan dalam sumber air bersih untuk digunakan manusia
Kesehatan
menurun
Akibat
musim kemarau berkepanjangan, gelombang panas meningkatkan suhu udara secara
ekstrem dan hujan lebat. Salah satu dampaknya adalah pada kesehatan manusia.
Musim kemarau berkepanjangan adalah kondisi yang baik bagi perkembangan
bakteri, virus, jamur dan parasit. Keadaan ini menimbulkan kondisi penyakit
yang berhubungan dengan bakteri di udara, contohnya adalah penyakit kulit,
alergi hingga infeksi pernapasan.
Mengakibatkan
banjir
Perubahan
cuaca secara ekstrem dapat mengakibatkan bencana. Salah satunya adalah banjir
besar, hal tersebut dapat berakibat pada lumpuhnya aktivitas masyarakat serta
munculnya banyak penyakit.
https://www.dosenpendidikan.co.id/unsur-cuaca-dan-iklim/
https://geo-media.blogspot.com/2013/12/cuaca-dan-iklim.html
https://www.youtube.com/watch?v=C6QVE6TpkjE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar